Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pondok Salaf, Potret Kesederhanaan Rasulullah SAW



Indonesia menjadi peringkat ke 2 sebagai negara mayoritas muslim di dunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk muslim di indonesia, tak heran jika jumlah tersebut berbanding lurus dengan persebaran pesantrennya. Dengan berbagai macam model pesantren di era saat ini, tak sedikit pondok pesantren yang tetap mempertahankan tradisi salafnya. Beberapa pondok tersebut tetap eksis ditengah-tengah persaingan dengan pondok modern.

Tanpa mengucilkan pondok pesantren modern, dari sisi tradisi dan keseharian para santri, pondok salaf menggambarkan kehidupan Rasulullah SAW yang sederhana. Kesederhanaan tersebut diterapkan semata-mata kecintaan kepada baginda nabi SAW. Dalam kitab Nurul Mubin fi Mahabbah Sayyidil Mursalin, Hadrotussyaikh KH. Hasyim Asy'ari menuturkan, salah satu bentuk kecintaan terhadap nabi adalah dengan mengikuti nabi, mengamalkan sunnahnya, dan meneladani adab serta tingkah laku beliau. Berikut beberapa aspek kesederhanaan Rasulullah yang diterapkan pesantren salaf :

1. Makan dan Minum

Banyak riwayat yang menyebutkan kesederhanaan Rasulullah dalam hal makanan. Rasulullah SAW mengkonsumsi khasyin (gandum kasar), imam Ibnu Majah dan AlHakim meriwayatkannya dari sahabat Anas bin Malik R.A.

"Apakah khasyin itu?, sahabat bertanya kepada cucu beliau Hasan R.A. "Gandum yang kasar dan keras. Tidaklah rasulullah saw mendorong makanan melalui tenggorokannya kecuali dengan seteguk air," jawab Hasan ra. (Al Mundziri, 1998: 76 [juz III]).

Sama halnya para santri, tahu tempe menjadi menu sehari-hari mereka. Selain meneladani kesederhanaan nabi, hal ini sebagai bentuk "prihatin" dan mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah. 

2. Tempat Tinggal dan Alas Tidur

Rasulullah SAW tinggal di dalam rumah yang hanya terdiri dari satu ruangan dan halaman sempit. Kesederhanaan tersebut tidak hanya pada tempat tinggal, begitupun dengan alas tidur. Beliau tidak pernah tidur di dipan melainkan tidur di atas tanah dengan beralaskan sehelai kain bulu unta. Diriwayatkan dari Siti 'Aisyah R.A.: 

"Tempat tidur kami begitu sempit sehingga jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit untuk tahajud, aku biasa berbaring miring dan meluruskan kaki saat beliau berdiri dan melipatnya kembali jika beliau sujud. (H.R. Bukhori, Muslim, Tirmizi).

Kamar santri salaf hanya berukuran 4×4 m, diisi oleh 15-20 santri beserta almarinya. Sehingga tak heran jika diantara mereka sebagian tidur di aula atau musholla. Dengan beralaskan kain sarung tanpa bantal atau bahkan tanpa alas, para santri tetap bisa menikmati tidur malam. Akan tetapi demi menjaga kesehatan para santri, pihak pesantren selalu menghimbau untuk menggunakan alas tidur. Bahkan saat ini beberapa pesantren menyediakan tikar sebagai alasnya.

Pemaparan diatas hanya sebagian saja yang dapat kami tulis. Terlalu banyak keteladanan baginda Nabi Muhammad SAW yang belum bisa kami sampaikan. Di momentum bulan maulid ini, marilah kita ambil hikmah dari penjelasan di atas. Poin terpenting ialah Rasulullah adalah sebaik-baik teladan dan keteladanan yang disampaikan adalah sebuah kesederhanaan hidup beliau. Penulis tidak bermaksud membedakan antara pondok salaf dan pondok modern. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu Li i'laai kalimatillah.

Penulis: R. Mukti