Tausiyah K.H. Imam Haromain: Menakar Pemimpin dengan Empat Formula
Bismillah. Alhamdulillah.
Bagaimana seharusnya memilih seorang pemimpin –
agar kita tak kecewa di kemudian hari? Cara yang paling gampang,
takarlah dirinya dengan kriteria empat sifat Rasul. Pertama-tama
pastikan bahwa dia adalah orang yang siddiq; memihak
kebenaran, dapat dipercaya, jujur dan bukan seorang pendusta. Sebab
pemimpin yang pembohong, kelak akan terus menerus membohongi
orang-orang yang dipimpinnya.
Orang yang jujur, selalu seiring antara lisan dan
perilakunya. Sementara seorang pendusta lebih pintar memintal kata,
meskipun itu tak pernah berbuah kenyataan. “Jika ada orang yang
mengaku cinta terhadapku, tetapi dirinya tak pernah melakukan yang
telah aku teladankan,” kata Sang Nabi SAW, “maka sesungguhnya dia
adalah seorang pendusta besar.”
Apabila sang calon pemimpin telah terseleksi dalam
kategori jujur, maka saringlah dirinya dengan kriteria yang kedua,
yakni amanah. Dengan sifat amanah yang dimilikinya, setiap
orang cenderung karib dengannya. Tak hanya sahabat kerabat dekat saja
yang mendekat, melainkan dari pihak lawan pun jadi segan dan
menyatakan dukungan kepercayaan terhadapnya. Seseorang yang
menggengam sifat amanah, kalau mendapat kepercayaan, sekali-sekali
tak akan pernah menyia-nyiakannya.
Tapi sebaliknya, jika pemimpin yang terpilih
berwatak khianat, maka kepercayaan yang dipinggulkan ke atas
punggungnya akan dikhianatinya. Jabatan yang disematkan di pundaknya,
segera di belokkanya menjadi kekuasaan. Harta benda yang mengitari
sisi kepemimpinannya, akan digunakan untuk memperkaya diri, keluarga
dan rekan-rekan sejawatnya. Amanah yang semestinya bertaburkan rahmat
buat rakyat, justru berubah menjadi laknat bagi masyarakat.
Jika pun sang calon pemimpin lolos mendapatkan
label kepercayaan, maka dirinya harus terjaring pula prasyarat yang
ketiga, yakni sifat tabligh. Dia harus berani menyampaikan apa
yang sebenarnya, dengan apa pun resiko yang bakal ditanggungnya.
Sebab pada zaman dimana orang lebih gemar menebarkan berita bohong,
menyatakan apa yang sebenarnya merupakan pekerjaan langka yang
berhimpitan dengan resiko-resiko.
Empat - Jumlah Formula yang digunakan untuk menakar pemimpin |
Itulah yang menyebabkan kenapa orang lebih memilih
bersifat kitman, menyimpan kebenaran informasi yang ada. Jika
pun tak disembunyikannya, biasanya hanya bersifat sepenggal-sepenggal
– yang malah mengaburkan dan justru membingungkan. Ketakutan akan
resiko tatkala membukanya, kiranya jauh lebih membayang di pelupuk
mata ketimbang dorongan untuk menyampaikan yang sebenarnya.
Padahal kemauan dan kemampuan seseorang untuk
menyatakan yang benar, sesungguhnya itu merupakan anugerah tanggung
jawab yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya. Maka tak ada kata
takut jika dirinya memang senantiasa bersamaNya.”Dan tiadalah aku
memiliki tugas, kecuali untuk menyampaikan yang benar,” sabda Rasul
yang termaktub dalam al-Qur’an. Bahkan dalam sebuah riwayat
dikisahkan, betapa Rasulullah pernah ditegurNya; “Tugas kamu
(Muhammad), hanyalah untuk menyampaikan. Sedangkan soal hasil
bukanlah urusanmu, melainkan menjadi urusanku semata.”
Sedangkan kriteria yang keempat, pilihlah pemimpin
yang memiliki sifat fathanah. Dirinya memiliki kecerdasan yang
bisa dipertanggungjawabkan. Sebab kecerdasan sebentuk inilah, yang
akan sanggup memecahkan segala persoalan kebangsaan yang ada. Namun
demikian, kecerdasan semacam itu laiknya pula diikat dengan keagungan
moralitas; bersetumpuh dengan sifat siddiq dan berpadu dengan watak
amanah.
Yang sangat dikuatirkan di akhir zaman nanti oleh
Rasulullah SAW, justru orang-orang akan menjatuhkan pilihannya atas
pemimpin yang jahil. Sebab pemimpin seperti itu, akan
memberikan fatwa yang sesat dan sekaligus menyesatkan. Lau adakah
sinyalemen itu telah terjadi pada zaman ini? Dimana penetuan pilihan
lebih disandarkan pada aspek uang daripada segi moral? Bukankah orang
yang duitnya melimpah, seringkali memenangkan pilihan ketimbang
mereka yang lebih bermodalkan integritas kedirian?
Tetapi adakah sebenarnya di negeri ini figur
pemimpin yang siddiq, yang amanah, yang tabligh dan sekaligus
fathanah? Jika pun sosok yang demikian itu tak kita ketemukan,
setidaknya kita tak memilih seorang pemimpin yang pendusta, akan
lebih gemar mempolitisir keadaan dan memelintir informasi yang
seharusnya disampaikan secara apa adanya. Orang-orang yang semacam
itulah, yang amat sangat ditakuti sang Rasul.
“Sesungguhnya satu hal yang sangat aku
takutkan kepada kalian sesudahku nanti, adalah arang munafiq yang
licin lisannya.”
Dan kita pun tahu, seseorang yang lancip lisannya,
memang paling hobi memutarbalikkan fakta dan mengubah yang salah
menjadi benar. Ah, betapa banyak orang-orang yang tergilincirkan
hingga jatuh terperosok, gara-gara lisan yang lancip, licin dan
nyinyir!
Wallahu a’lam bish-shawab.
*) Tausiyah Islam ini ditulis oleh K.H. Imam Haromain, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.
Gambar diambil dari flickr.com.