Tausiyah K.H. Imam Haromain: Duduk Satu Meja Merumuskan Kebersamaan
Bismiliiah. Alhamdulillah.
Percayakah Anda, bahwa kasih sayang bisa
menghancurkan seorang anak? Menurut sebuah penelitian, 70 persen dari
kakek-nenek ternyata tak berhasil dalam mendidik cucunya.
Penyebabnya, adalah justru terletak pada kasih sayangnya yang
berlebihan. Bukankah dalam hidup keseharian, kita kerap menjumpai
otoritas kakek-nenek yang jauh melebihi wewenang dari orang tua si
anak sendiri?
Maka janganlah sembarangan dalam menuangkan kasih
sayang kepada sang anak. Sebab sanjungan berlebihan yang kita berikan
kepada anak yang usianya belum matang, justru akan bisa jadi
bumerang. Tak sedikit masa depan anak yang hancur, karena semasa
kecilnya mereka terbiasa bermanja-manja dengan segala fasilitas yang
dimiliki orang tuanya.
Dari pendidikan masa kecil yang salah inilah,
kelak akan menumbuhkan seorang pemuda yang salah-kaprah. Dia akan
lebih gemar mendompleng pada kesuksesan orang tuanya. Dia suka
membangga-banggakan status sosial, atribut, kejayaan, kemewahan,
serta keberhasilan orang tua dan nenek moyangnya. Hal itulah yang
justru akan menenggelamkan potensi dan kehilangan jati dirinya,
sehingga dia tak mampu untuk berbuat apa-apa. Padahal sejatinya
pemuda itu, haruslah sanggup tampil kepermukaan dan meraih
kesuksesannya sendiri melebihi apa yang pernah diraih orang tuanya.
Barangkali itulah sebabnya, sehingga K.H. A. Wahid
Hasyim pernah memberikan petuah: ”Janganlah engkau suka
membangga-banggakan keberhasilan orang tua dan apa yang telah dicapai
oleh nenek moyangmu. Tetapi jadilah engkau generasi yang dapat
dibanggakan oleh generasi sesudah kamu.” Sayyidina Ali karamallahu
wajha juga pernah menuturkan:
“Bukanlah pemuda seseorang yang mengatakan
inilah bapakku, tetapi yang dikatakan pemuda adalah dia yang berani
mengatakan inilah aku”
Kebanggaan terhadap kesuksesan orang tua dan
keharuman nama nenek moyang, ternyata memang bisa menjerumuskan
seseorang ke jurang keterlenaan. Sebab menerima kehormatan tanpa
pernah merengkuhnya dengan jerih payah, akan membuat mentalitas sang
pemuda menjadi terlemahkan. Dan keterlanaan itulah yang kelak tak
akan menjadikan dirinya bisa dibanggakan oleh generasi sesudahnya.
Untuk melahirkan diri pemuda yang ideal, maka
ciptakanlah terlebih dahulu lingkungan yang bisa mendewasakan
kepribadiaannya. Lalu tumbuhkan sikap percaya dirinya, tanpa pernah
dibayang-bayangi kejayaan nenek moyangnya. Dan terpenting lagi,
tanamkan keyakinan keagamaan yang kuat pada jiwa-jiwa mereka. Juga
ajarilah mereka bagaimana seharusnya menghormati orang yang lebih tua
– apapun status orang tersebut. “bukan termasuk golonganku, siapa
yang tidak sayang kepada yang muda dan tidak hormat pada yang lebih
tua,” sabda Rosul.
Para Pemuda - Kepada merekalah kelak kita titipkan negeri ini |
Dalam konteks ke-indonesiaan, sematkan pula jiwa
nasionalisme terhadap para pemuda. Sebab kepada merekalah, kelak
negeri ini kita titipkan. Dengan rasa patriotisme itulah, mereka akan
mengelola dan memenej masa depan negeri ini. Dari kepribadian yang
dewasa, sikap percaya diri, dalamnya ilmu agama, serta rasa hormat
sesama yang telah direguk dari keluarga dan lingkungannya, para
pemuda kita akan sanggup tampil dengan penuh tanggung jawab.
Rasa memiliki dan sikap peduli terhadap sesama
itu, adalah merupakan modal yang sangat penting bagi pengelolaan
negeri ini. Sebab nasiolisme tanpa dibarengi dengan sikap peduli
dengan sesama, keberimbangan dan keadilan serta sikap saling
bertoleransi, adalah nonsense akan bisa menjadi nasionalisme
sejati. Dengan nasiolisme sejati inilah, dari beragam etnisitas,
suku, bahasa dan berlainan agama bisa duduk satu meja untuk
bermusyawarah merumuskan kebersamaan bagi kedamaian negeri ini.
Maka gairahkanlah kembali forum-forum kepemudaan.
Sebab dari forum-forum kebangsaan semacam itulah, dulu orang-orang
besar negeri ini dilahirkan. Dan sekali lagi, dari berbagai
etnisitas, budaya, suku, dan agama, harus sama-sama dapat bicara dan
duduk dalam satu meja. Sungguh, dengan cara demikianlah NKRI akan
sanggup kita pertahankan sepanjang masa.
Wallahu a’lam bish-showab!
*) Tausiyah Islam ini ditulis oleh K.H. Imam Haromain, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.
Gambar diambil dari flickr.com.