Tausyiah K.H. Imam Haromain: Melebarkan Peran Perempuan di Dunia Politik
Bismillah. Alhamdulillah.
Salahkah jadi seorang aktivis
perempuan? Sebelum menjawabnya, kiranya perlu terlebih dahulu kita
menengok cermin sejarah. Ketika Nabi SAW masih perjaka, di Padang
Sahara kota Mekkah ada seorang perempuan bernama Khadijah. Dialah
wanita pertama yang berani melakukan perubahan pada zamannya. Di saat
kaum perempuan terpinggirkan oleh tradisi jahiliah, dirinya justru
tampil membawa api perubahan. Dia datang ke tengah-tengah publik dan
menancapkan “bendera emansipasi” di atas gundukan kultural para
lelaki.
Dengan kecerdasan yang dimiliki
dan etos kerjanya sangat tinggi, terbukti dirinya tampil sebagai
pemenang; sukses sebagai perempuan terkaya di tengah-tengah
masyarakatnya. Lantas sejarah mencatatnya, bahwa wanita kelahiran
Mekkah – sekitar tahun 555 Masehi – inilah, yang meletakkan batu
pertama dasar wirausaha Muslim. Kecermatannya dalam melihat peluang
bisnis, membuat dirinya menjadi profesionalis ternama. Kelincahannya
dalam berusaha, telah menghasilkan keuntungan yang tak terhitung
jumlahnya. Tak salah jika ada yang menelorkan sebiji kelakar: “Setiap
debu yang disentuh kelembutan tangannya, seketika pula akan berubah
menjadi emas.”
yang memunsulkan decak kagum,
segala keberhasilan itu tak lantas membuat dirinya jadi jumawa.
Bahkan pribadi saudagar perempuan ini, sangat terkenal demikian
agung. Kepribadiannya disegani banyak kalangan. Namanya pun melambung
ke awan sebagai orang terpopuler sebagai sosok usahawan yang
profesional. Dialah figur utama yang dijuluki the princess of
Makkah. Namun yang menggetarkan seluruh kaumnya, setelah melamar
dan menikah dengan Nabi SAW dirinya melontarkan sebuah ujar: bahwa
seluruh harta kekayaan yang dimiliknya, akan diinvestasikan untuk
perjuangan menegakkan misi suaminya.
Sejak itulah, sejarah mulai
mencatat kehidupan seorang istri yang ketaatan pada suaminya sungguh
tak terbandingkan. Putri Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qusay
ini menebarkan kepribadian yang teramat mempesonakan. Dia temani
dengan setia suaminya yang didera oleh duka nestapa. Keikhlasannya
membuat dirinya tak bergeming ketika sang suami dicerca oleh
bermacam-macam cacian. Rasa cintanya jauh melebihi rasa sakit, saat
suaminya dihimpit oleh berbagai fitnah. Ketegarannya membuat dirinya
tak pernah putus asa, ketika sang suami dijepit oleh api permusuhan
dari kaumnya.
Aktivis Perempuan - Rasulullah tidak melarang |
Sungguh, sebuah pribadi yang
teramat mempesonakan; satu figur perempuan yang amat sangat sempurna.
Ketangguhan, kelemahlembutan, prinsip tanggung jawab dan
kewibawaannya, membuat dirinya banyak disegani baik oleh kawan maupun
lawan. Sikap kedermawanan maupun jiwa kepemimpinannya, merupakan
gambaran jiwa perempuan yang paripurna. Sebagi istri, ketaatannya
pada suami melebihi perempuan dari penggalan sejarah yang manapun.
Itulah yang membuat Rasulullah SAW
tak dapat melupakan dirinya. Dialah perempuan pertama yang berani
mengucapkan ikrar atas kerasulannya – di saat keberanian telah
terbungkam oleh jeruji rasa takut. Dialah sosok yang sama sekali tak
pernah gentar, saat melihat suaminya dicerca cemoohan, ancaman,
fitnahan dan siksaan secara bertubi-tubi. Bahkan dirinya rela
kekayaannya tak tersisa sedikit pun demi mendukung dakwah yang
diemban suaminya. Tak berlebihan jika tinta sejarah di kemudian hari
mencatatnya sebagai Ummul Mukminin.
Jauh setelah Khadijah wafat, Nabi
pun masih senantiasa menyebut-nyebut keharuman namanya. Bahkan tak
segan-segan mengatakan di depan para istrinya yang lain, bahwa
Khadijahlah sosok perempuan agung yang pantas dijadikan sabagai suri
teladan. Dan itulah yang membuat Aisyah menaruh cemburu padanya.
Bahkan kecemburuannya terhadap Khadijah, jauh melebihi kecemburuannya
pada istri-istri Rasulullah yang masih hidup.
Kesempurnaan pribadi Khadijah
itulah, yang membuat sejarah menggolongkannya pada empat perempuan
sempurna; Asiyah istri Fir'aun, Maryam ibunda Nabi Isa, Khadijah
Istri Rasulullah dan Fatimah az-Zahra putri Nabi. Dari sejarah itu
pula kita menjadi mengerti, bahwa Nabi SAW tak pernah memasung
kreativitas istrinya tercinta. Bahkan dukungan beliau terhadap kiprah
kaum perempuan telah terbukti pada tataran praktis.
Rasul pun mendukung istri-istrinya
untuk mengambil peranan di sektor publik. Khadijah sendiri, adalah
konglomerat yang sukses dalam usaha ekspor-impor. Sementara Shafiyah
menekuni dunia rias pengantin. Begitupun Zainab binti Jahsy terjun
dalam proses penyamakan kulit binatang. Demikian pula Aisyah, telah
dikenal sebagai sosok politisi dan negarawan.
Sejak Nabi SAW datang mengibarkan
misinya, peluang wanita untuk berperan aktif di dunia publik semakin
melebar. Lantas, masih salahkan jadi seorang aktivis perempuan?
Wallahu a'lam bish shawab.
*) Tausiyah Islam ini ditulis
oleh K.H. Imam Haromain, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra
Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.
Foto diambil dari flickr.com.